Posts

Showing posts from January, 2013
Image

Strong

I thought that being strong means you have the strength to make people fear of you because you can fight. Punch, kick slap etc. But, I just re-thought and I found that that's not the only way, even not exactly the way being strong means. Being strong means one can handle oneself of being corrupted. Corrupted by anger, dark passion, evil, or even joy.

Live and Die On This Day

Once more into the fray... Into the last good fight I'll ever know Live and die on this day... Live and die on this day.

Konsistensi dan Inkonsistensi

Ketika kita tidak konsisten terhadap satu hal, ternyata kita, di saat yang sama, sedang konsisten dengan hal yang lain. Contoh mudahnya seperti ini, saat kita fokus dan berusaha untuk konsisten mengerjakan kebaikan, di saat yang sama kita sedang inkonsisten dengan keburukan. Jadi, boleh dibilang, konsistensi ataupun inkonsistensi ini adalah suatu ruang. Dan kita, memiliki kuasa penuh atas isi dari ruang itu. Apakah akan diisi dengan hal yang baik atau malah sebaliknya. Maka, jika seringkali ada pertanyaan: "Mengapa kita inkonsisten dengan kebaikan?", boleh jadi jawabannya adalah karena kita sedang konsisten dengan keburukan. Sadar atau tidak sadar. Dan selayaknya orang sadar, konsisten terhadap kebaikan adalah pilihan mutlak.

Mending na na na na daripada bla bla bla bla..

Sudah lama sekali, sangat lama, sejak terkahir kali bisa tersenyum lega, lepas, puas. Merasakan segala tanpa ada rasa takut untuk dikomentari oleh orang lain. Ah, sudahlah. Ga penting omongan orang lain. Yang penting bahagiaaaaa.... Kebahagian, aku dataaaaaaaaaaaaang....! :)))))))))

Cogito?

Cogito, Ergo Sum, aku berpikir maka aku ada. Itu hanya penafsiran sederahana dari perkataan Descartes, seorang eksistensialis. Ada yang lebih mendasar yang harus kita nyatakan. Atau terlebih dahulu kita pertanyakan.  Apakah Descartes pernah memikirkan secara mendalam sebelum mengeluarkan pernyataan yang terkenal di kalangan penggemar filsafat eksistensialis tersebut? Apakah hanya dengan berfikir saja kita bisa membuktikan eksistensi kita?

Semoga tidak tujuh.

2012 adalah tahun yang cukup tidak produktif untuk menulis. Lihat saja, hanya ada tujuh tulisan yang bisa kuhasilkan selama tahun 2012. Hanya tujuh. Bahkan tak sampai banyaknya bilangan bulan dalam setahun. Artinya, tak ada tulisan baru dalam tiap sebualnnya. Sungguh memalukan mengingat aku adalah orang yang belajar bahasa. Bahasa yang di mana di dalamnya terdapat kata. Kata yang akhirnya membentuk kalimat dan menyusun paragraf. Tapi, tujuh. Hanya tujuh tulisan yang bisa kuhasilkan tahun lalu. Berharap bisa lebih baik di tahun ini. Dan semakin luas tema tulisan. Semakin dalam bahasan dan analisa peristiwanya. Semakin baik penyampaian tulisannya. Semakin jelas pesannya. Semoga. Bismillah.

Ibu

Tahun 2002 Aku masih merekam dengan jelas kejadian beberapa tahun lalu ketika aku masih di sekolah menengah pertama. Aku mendapati ibu di kamar sendiri, menangis, kesakitan. Tidak tahu kenapa. Aku menangis karena tak bisa berbuat apa-apa. Aku kemudian berlari ke kamar meraih mushaf dan membacanya sambil menangis. Berharap ibu tidak apa-apa. Tahun 2008 Pulang dari Bandung, tanggal 14 Juni 2008. Berharap kabar baik dari sekolah tentang kelulusan. Tapi lagi-lagi tangis yang kuberikan pada ibu. aku gagal lulus ujian nasional. Aku sempat tak bisa tidur selama dua hari. Tahun 2011 Hasil semester 5 sudah keluar. IP semester lima terjun bebas menjadi 1.61. IP terkecil sepanjang selama kuliah. Ibu menangis lagi. Aku marah. Tak tahu marah pada siapa. Aku berangkat ke Jakarta lagi dengan masih membawa kemarahan. Pada diri sendiri. Mungkin. Akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013 Ketika mengobrol di telepon, ibu menangis lagi. Katanya kangen sekali dengan anak pertamanya ini. Ibu baru s

Fear

"What is your deepest fear?" Marianne Williamson mengawali quote -nya yag terkenal dengan sebuah pertanyaan. Pertanyaan yang sebenarnya ada dalam setiap diri kita, tapi jarang sekali kita tanyakan sehingga kita tak tahu apa yang sebenarnya membuat kita takut. Apa sebenarnya ketakutan terbesar kita? Marianne Williamson menjelaskan lebih lanjut bahwa ketakutan kita sebenarnya bukanlah karena kita tidak mampu, melainkan karena kekuatan atau potensi yang kita miliki melebihi batas dan kita tak bisa menguasainya, mengendalikannya. Ia melanjutkan lagi, juga dengan pertanyaan. "We ask ourselves. Who am I? Who am I to be brilliant, gorgeous, talented, and fabulous? Pertanyaan-pertanyaan ini yang kadang ada di kepala kita. Siapa kita? Bisa apa kita? Apakah saya mampu? Dan pertanyaan semacam ini yang biasanya membuat kita mundur. Mundur hanya untuk sekadar berencana. Mundur untuk melaksanan apa yang sudah direncanakan. Inilah yang sejatinya membatasi gerak kita. Maka Mar