Politik vs politik

"Politik itu licik!"
"Politik itu jahat!"
"Politik haram!"

Ada banyak komentar ketika kata politik terlempar. Ada yang bernada positif tapi tak sedikit juga yang bernada skeptik. Memang pada praktinya, banyak ditemukan hal yang mengesankan bahwa politik adalah hal yang harus dihindari. sedikit contoh misalnya, ketika pelaksanaan pemilukada, para pelaku atau peserta pemilukada ada yang melakukan beberapa atau bahkan banyak kecurangan. Yang baru-baru ini terjadi adalah pemilukada Banten. Pasangan Atut-Rano - yang oleh KPU provinsi ditetapkan sebagi pemenang pemilukada - ditengarai melakukan kecurangan seperti politik uang atau money politic, penggelembungan suara bahkan penyuapan pada panitia pemungutan suara kecamatan. (republika.com). Peristiwa seperti inilah yang membuat paradigma sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap politik masih buruk. Anggapan-anggapan seperti inilah yang mesti diluruskan. Paradigma seperti inilah yang harus diganti.

Berkaitan dengan hal itu, Burhanudin Muhtadi (Lembaga Survei Indonesia) mengelompokkan politik dalam dua jenis. Dia mengatakan politik dengan huruf kapital depannya berbeda dengan politik yang tak ada huruf kapitalnya. Begitu ia mendikotomikannya. Politik dengan huruf kapital di awalnya - Politik -, terangnya, bertujuan atau berjuang untuk kabaikan generasi berikutnya. Sedangkan politik yang tanpa huruf kapital - politik - hanya bertujuan jangka pendek yaitu pemenangan pemilu. Dalam bahasa Inggris mudahnya: Politic struggles for the next generation, politic struggles for the next election. Inilah yang harus masyarakat kita ketahui. Bahwasanya tidak semua politik bertujuan buruk atau menggunakan cara-cara yang buruk untuk mencapai tujuannya.

Comments

Popular posts from this blog

Fiqh Dakwah

Surat Blog Untuk Guru

Renjana.