Ketika melihat diri sendiri dan bertanya, "Apakah saya sudah pantas untuk menjadi seorang suami?" jawaban jujurnya adalah belum. Lantas, kenapa berani untuk meminta orang tua untuk melamarkan anak kesayangan dari sebuah keluarga? Dulu, jawabannya naif sekali, karena kalau menunggu siap dulu saya (mungkin) tak akan pernah jadi menikah. Karena kalau setelah melamar saya akan jadi lebih baik. Karena setelah melamar saya akan berubah. Pertanyaan selanjutnya, sudahkah jawaban-jawaban tadi menjadi nyata? Jawaban jujurnya adalah belum. Shalat berjamaah saya masih bolong-bolong, tak jarang shalatnya di akhir waktu. Saya masih menunda-nunda sesuatu yang mestinya segera diselesaikan. Saya masih pengecut menghindari masalah yang juga butuh diselesaikan segera. Saya masih belum bisa menabung penghasilan saya karena manajemen keuangan saya masih sangat buruk. Pengetahuan agama saya tak bertambah secara signifikan, intinya jika dinilai dengan jujur, saya masih belum serius untuk menyiapkan diri sebagai seorang suami. Padahal itu tanggung jawab pribadi, bukan orang lain. Tak bisa mengcungkan jari menunjuk ke arah lain dan mencari kambing hitam. Diri sendirilah pelakunya. 

Bukan berniat untuk berkutat dengan kekalutan-kekalutan kekurangan diri, tapi untuk mengingatkan diri sendiri agar tidak santai. Karena saya punya kecenderungan itu, bersikap santai dan malas. 

Kalau dilihat lagi, akar permasalahannya adalah niat yang tidak lurus. Bisa jadi, niat menikah ini karena melihat teman-teman atau bahkan adik tingkat yang sudah mulai membina rumah tangga. Bisa jadi juga, niat menikah ini hanya sebagai pembuktian pembuktian bahwa saya juga bisa. Bisa jadi niat menikah ini karena merasa sudah 'tua' dan kalau tidak segera nanti jadi bujang lapuk dll dll. 

Maka niat menikah harus diluruskan kembali. Kenapa? Agar nantinya tak ada lagi kekalutan karena hadirnya keberkahan. Menikah itu untuk beribadah kepada Allah. Menyempurnakan separuh agama. Hanya untuk Allah. Karena ini diniatkan hanya untuk Allah, maka ikutilah petunjuknya. Tidak mudah, tapi bisa dilakukan. Dekati Allah. Dahulukan Allah. Berserahlah kepada Allah. Langkah konkretnya, 
1. Perbaiki shalat berjamaah,
2. Perbanyak tilawah,
3. Jauhi maksiat kepada Allah
4. Perbanyak sedekah
5. Bersungguh-sungguh dalam segala usaha kebaikan.

Semoga bisa istiqamah. Bismillah. 

Comments

Popular posts from this blog

Fiqh Dakwah

Surat Blog Untuk Guru

Renjana.